Nembung

Sebelumnya, saya pernah menulis tentang "nontoni", yaitu proses perkenalan kedua keluarga sebelum kedua belah pihak merencanakan lamaran dan pernikahan anak-anaknya. Pada tulisan singkat ini, saya ingin menceritakan proses lamaran yang berlangsung pada Sabtu 7 September 2014.

Lamaran atau nembung, dalam bahasa Jawa, yang saya pahami adalah proses dimana calon pria beserta keluarga sudah merasa yakin dan  mantap hendak meminang calon wanita. Dalam proses nembung ini pula, wanita juga akan ditanyakan kembali oleh orang tua mengenai keyakinannya menerima pinangan calon pria.

Karena dalam proses lamaran ini akan berlangsung pertukaran cincin, maka secara Katolik, saya minta supaya diadakan ibadat pertunangan.

Prosesi dimulai pada jam 10.00, ketika rombongan calon pria tiba dan disambut oleh perwakilan calon wanita. Rombongan diajak masuk sembari menyerahkan beberapa bawaan seperti kue, makanan, buah, dan yang wajib adalah cincin tunangan. Diawali dengan sambutan dan perkenalan keluarga, dilanjutkan dengan penyampian maksud dan tujuan kedatangan rombongan pria. Setelah menyampaikan maksud, saya pun ditanya oleh Papa, apakah saya bersedia menerima pinangan dari calon suami saya? Tentu saja iya...hihihi...

Sepertinya tidak mungkin menjawab "tidak", tapi disinilah value dari salah satu prosesi adat Jawa yang saya lakoni. Calon penganten, khususnya wanita, dihargai pendapat dan keinginannya. Tidak menutup kemungkinan bahwa ada penolakan saat lamaran. Maka, pertanyaan (yang terdengar standar) tadi menjadi perlu ditanyakan kembali saat itu.

Setelah jawaban yang mantap dan penuh keyakinan itu terucap, maka proses dilanjutkan ke ibadat pertunangan. Proses ini boleh dipandu oleh Imam, Frater, atau Prodiakon. Dalam hal ini, Om saya, yang adalah prodiakon di gerejanya (Ciledug), memandu ibadat singkat pertukaran cincin.

Prosesnya sederhana, seperti urutan ibadat pada umumnya. Pertukaran cincin dipandu oleh pemimpin ibadat dan dilakukan oleh Ibu dari keduabelah pihak. Ibu calon pria mengenakan cincin ke jari manis tangan kiri calon wanita. Sebaliknya, ibu calon wanita mengenakan cincin ke jari manis tangan kiri calon pria.

Setelah proses pertukaran cincin dilakukan, maka secara resmi kedua calon dinyatakan sah bertunangan. Mereka diikat dan dipelihara oleh keluarga dan warga yang menyaksikan proses tersebut sampai pelaksanaan pernikahan dilakukan.

Nah, itu tadi cerita singkat proses nembung, atau lamaran. Setelah proses ini selesai, biasanya dilanjutkan dengan pengurusan administrasi gereja, booking gedung, memastikan vendor yang akan digunakan, dan lainnya. Baiklah, mari melanjutkan hidup dan terimakasih sudah mampir membaca :) Salam.

Comments