membangun pluralisme di lingkungan lintas agama

Follow up Training - Day #1.2

kebebasan beragama di Indonesia dijamin oleh konstitusi. dalam pasal UUP 1945, hal kebebasan itu dirumuskan dengan jelas. akan tetapi, dalam realitasnya tidak selalu demikian. kita masih menantikan seorang pemimpin yang berani mengambil resiko menjunjung tinggi amanat konstitusi tentang kebebasan beragama dan beribadah itu.

faktanya, keberanian seorang pemimpin menegakkan amanat konstitusi pun belum memadai. oleh karenanya, andil pra warga negara yang berbeda agama dan keyakinan itu menjadi sangat penting. maksudnya, merekalah yang harus mampu menjalin relasi satu sama lain. silaturahi harus digiatkan di antara sesama anak bangsa.

faktor perkembangan teknologi dan kecanggihan alat komunikasi juga turut menyebabkan terjadinya pergeseran-pergeseran di dalam masyarakat. desa yang tadinya relatif tertutup menjadi lebih terbuka. hal ini turut mempengaruhi pola pergaulan warga, termasuk nilai-nilai baru yang dibawa dari luar. hal-hal dari luar itulah yang dapat menjadi potensi terjadinya konflik. oleh karenanya, penting bagi kita untuk menjalin relasi kemanusiaan.

kebebasan beragama, toleransi berhubungan dengan moderatisme yang memiliki sangkut paut dngan pemahaman tentang moderat, dan bertentangan dengan radikalisme. moderatisme juga mengandung makna tidak menutup diri terhadap yang baru, kendati tidak berarti harus menyetujuinya. artinya, ada kesediaan untuk mendengarkan pihak lain. sikap inilah yang perlu dilatih.

bagaimana kita bisa menginterpretasikan ajaran-ajaran yang terdapat di dalam agama kita masing-masing, tentunya menuntut kedewasaan berpikir. dengan memahami apa yang diimani pihak lain, kita bisa belajar banyak, tetapi lebih dari itu kita bisa memahami sikap dan perilaku pihak-pihak lainnya.

hal-hal tersebut merupakan faktor-faktor dalam proses membangun pluralisme di lingkungan lintas agama.

toleransi serta pluralisme islam klasik yang mengagumkan banyak ahli itu, dapat dengan mudah ditransformasikan ke dalam bentuk-bentuk toleransi dan pluralisme modern, dengan sedikit saja perubahan sepertinya beberapa konsep dan ketentuan teknis dan operasionalnya - nurcholish madjid
masalah pluralisme agama saat ini telah menjadi bagian integral dari pembaruan pemikiran kristiani. dalam upaya memulihkan kontak-kontak yang putus dengan dunia sekitar, gereja telah menerima dialog dengan komunitas dan agama-agama dunia sebagai sikap dasar. dialog antar agama bukan bertujuan menciptakan satu agama tunggal dan final, melainkan memperkaya dan merayakan kepelbagaian yang semakin berkembang dan berarti dalam agama-agama. dasar bersama bagi pluralisme dan dialog antar agama adalah soal penderitaan manusia dan kerusakan ekologi, atau dengan kata lain kesejahteraan manusia dan lingkungannya. dasar bersama dialog ini penting ditetapkan agar tidak teradi kelesuan moral sehingga dapat mengambil keputusan etis bersama demi kesejahteraan manusia dan bumi.

ada tiga pengertian pluralisme kontemporer yang telah dikembangkan dan dijadikan dasar analisis dalam teologi maupun sejarah islam. pertama, pluralisme adalah keterlibatan aktif dalam keragaman dan perbedaannya, untuk membangun peradaban bersama. dalam pengertian ini, aksudnya adlah bagaimana kita aktif merangkai keragaman dan perbedaan itu untuk tujuan sosial yang lebih tinggi, yaitu kebersamaan dalam membangun peradaban. kedua, pluralisme melebihi toleransi. pluralisme mengandalkan pengenalan secara mendalam atas yang lain itu, sehingga ada mutual understanding antara satu dengan yang lain. ketiga, pluralisme bukan relativisme. toleransi aktif menolak relativisme, misalnya pernyataan simplistis, "bahwa semua agama sama saja". penting bagi kita untuk saling menghormati dan menghargai agama lain, tapi kita sendiri (agama) memiliki identitas.

ketiga pengertian pluralisme ini, secara teologis berarti bahwa manusia memang harus menangani perbedaan-perbedaan mereka dengan cara terbaik secara maksimal, sambil menaruh penilaian akhir mengenai kebenaran kepada tuhan.

*intisari paper kebebasan beragama, toleransi dan moderatisme di Indonesia, Pdt. A. A. Yewangoe dan Budhy Munawar Rachman

Comments